- CONTOH
TANGGUNG JAWAB
JAKARTA, KOMPAS - Sering terdengar
slogan bahwa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa tak terutama tergantung
kepada sumber daya alam, yang di Indonesia sudah hampir terkuras habis, tetapi
kepada sumber daya manusia.
Korea Selatan dan Singapura bisa disebut contoh dekat. Namun, dalam slogan itu jarang diungkapkan perbedaan antara kedua sumber daya itu. Sumber daya alam (SDA) diberi oleh alam yang pemurah, sementara sumber daya manusia (SDM) harus dibuat manusia sendiri. SDA bersifat given, sedangkan SDM merupakan suatu kualitas yang harus diproduksi manusia.
Beberapa minggu lalu Presiden Joko Widodo membuat pernyataan yang patut diperhatikan, dan membangunkan kita dari kesadaran yang tidur nyenyak. Berkata Presiden, tahun 1970-an Indonesiabooming minyak. Negara seakan terapung di atasnya. Tetapi, akhirnya kita tak dapat suatu apa kecuali bahwa Pertamina hampir saja bangkrut. Tahun 1980-an ada booming kayu, tetapi yang didapat negara hanya gundulnya hutan tropis di Sumatera dan Kalimantan, dan meningkatnya kerentanan terhadap banjir setiap hujan turun. Tahun 2000-an ada booming mineral, seperti batu bara, tetapi tak ada yang tertinggal untuk negara dan bangsa. Hasilnya, hancurnya lingkungan dengan depresiasi yang luar biasa berhadapan dengan 95 persen eksportir yang tak punya nomor pokok wajib pajak. Satu-satunya yang masih terselamatkan hanyalah laut, sehingga pencurian kekayaan laut harus dihentikan dengan tegas.
Tentu saja Presiden Jokowi menyadari pentingnya SDM sekalipun hal itu tak disinggung dalam pernyataannya. Kita tahu, SDM harus dibuat, harus diproduksikan. Adapun jalan untuk menghasilkan SDM adalah pendidikan. Horace Mann, pemikir pendidikan yang sering dikutip filsuf John Dewey berkata education is our only political safety, outside of this ark is the deluge (pendidikan adalah pengamanan politik kita satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah).
Menurut Mann, pendidikan umum merupakan penemuan terbesar manusia. Organisasi-organisasi sosial lain semuanya hanya kuratif dan remedial sifatnya. Sekolah saja yang dapat mencegah dan menangkal kesulitan dan bencana. Namun demikian, hanya pendidikan dengan asas-asas dan praktik yang benarlah yang dapat menjadi pengamanan politik dan menciptakan SDM, yaitu orang-orang yang dilengkapi tingkat kecerdasan tertentu dengan watak danprinsip-prinsip tertentu. Orang-orang yang dididik dengan baik dapat membantu proses produksi dalam ekonomi dan memperkuat integrasi sosial dalam kelompoknya. Sebaliknya, pendidikan yang centang-perenang, tanpa arah dan tujuan jelas, hanya akan menghasilkan orang-orang yang menjadi beban masyarakatnya dan sumber masalah yang mempersulit kehidupan bersama.
Korea Selatan dan Singapura bisa disebut contoh dekat. Namun, dalam slogan itu jarang diungkapkan perbedaan antara kedua sumber daya itu. Sumber daya alam (SDA) diberi oleh alam yang pemurah, sementara sumber daya manusia (SDM) harus dibuat manusia sendiri. SDA bersifat given, sedangkan SDM merupakan suatu kualitas yang harus diproduksi manusia.
Beberapa minggu lalu Presiden Joko Widodo membuat pernyataan yang patut diperhatikan, dan membangunkan kita dari kesadaran yang tidur nyenyak. Berkata Presiden, tahun 1970-an Indonesiabooming minyak. Negara seakan terapung di atasnya. Tetapi, akhirnya kita tak dapat suatu apa kecuali bahwa Pertamina hampir saja bangkrut. Tahun 1980-an ada booming kayu, tetapi yang didapat negara hanya gundulnya hutan tropis di Sumatera dan Kalimantan, dan meningkatnya kerentanan terhadap banjir setiap hujan turun. Tahun 2000-an ada booming mineral, seperti batu bara, tetapi tak ada yang tertinggal untuk negara dan bangsa. Hasilnya, hancurnya lingkungan dengan depresiasi yang luar biasa berhadapan dengan 95 persen eksportir yang tak punya nomor pokok wajib pajak. Satu-satunya yang masih terselamatkan hanyalah laut, sehingga pencurian kekayaan laut harus dihentikan dengan tegas.
Tentu saja Presiden Jokowi menyadari pentingnya SDM sekalipun hal itu tak disinggung dalam pernyataannya. Kita tahu, SDM harus dibuat, harus diproduksikan. Adapun jalan untuk menghasilkan SDM adalah pendidikan. Horace Mann, pemikir pendidikan yang sering dikutip filsuf John Dewey berkata education is our only political safety, outside of this ark is the deluge (pendidikan adalah pengamanan politik kita satu-satunya, di luar bahtera ini hanya ada banjir dan air bah).
Menurut Mann, pendidikan umum merupakan penemuan terbesar manusia. Organisasi-organisasi sosial lain semuanya hanya kuratif dan remedial sifatnya. Sekolah saja yang dapat mencegah dan menangkal kesulitan dan bencana. Namun demikian, hanya pendidikan dengan asas-asas dan praktik yang benarlah yang dapat menjadi pengamanan politik dan menciptakan SDM, yaitu orang-orang yang dilengkapi tingkat kecerdasan tertentu dengan watak danprinsip-prinsip tertentu. Orang-orang yang dididik dengan baik dapat membantu proses produksi dalam ekonomi dan memperkuat integrasi sosial dalam kelompoknya. Sebaliknya, pendidikan yang centang-perenang, tanpa arah dan tujuan jelas, hanya akan menghasilkan orang-orang yang menjadi beban masyarakatnya dan sumber masalah yang mempersulit kehidupan bersama.
Pendidikan dan pengajaran
Ada pandangan yang membedakan pendidikan dan pengajaran. Kurang jelas apakah pembedaan ini maksudnya menunjukkan pembagian tugas, seakan-akan sekolah hanya mengurus pengajaran, sementara pendidikan anak didik menjadi tanggung jawab masing-masing keluarga. Apa pun maksud pembedaan itu, satu hal perlu ditegaskan di sini, yaitubahwa pengajaran dan pendidikan bisa dibedakan, tetapi tak pernah bisa dipisahkan. Alasannya, pengajaran yang diajarkan di sekolah tak dimaksudkan hanya untuk menjadi transfer pengetahuan. Pengajaran memang bertujuan menyampaikan pengetahuan, tetapi pengetahuan yang ditransfer itu harus menjadi sarana bagi pendidikan anak didik dan unsur dalam pembentukan kepribadian mereka.
Dalam pengajaran itu mereka dilatih berpikir, bertanya, dan perlahan-lahan memahami bagaimana pengetahuan disusun dengan metode dan sistematika tertentu, dan bagaimana pula pengetahuan itu telah diperoleh dan apakah dapat diuji kesahihannya. Melalui pengetahuan itu terbuka wawasan tentang alam dan masyarakat, dan bagaimana mestinya orang bersikap terhadap alam dan berperilaku terhadap anggota masyarakat. Singkat kata, pengajaran menyampaikan pengetahuan, dan pengetahuan mempertajam nalar, membentuk watak, dan mematangkan kepribadian.
Pengajaran yang tak dihayati sebagai sarana pendidikan akan berubah mekanis dan membuat otak anak didik seolah-olah filekomputer yang hanya berfungsi menampung informasi. Bertrand Russel, filsuf Inggris terbesar abad XX dan pemenang Nobel untuk kesusastraan, mengajukan kritik tajam dan sengit terhadap pendidikan yang diperlakukan hanya sebagai pengajaran. Menurut dia, kita memang sanggup menciptakan berbagai perlengkapan dan membuat alat-alat, namun kita bisa tetap primitif dalam metode dan teknik, kalau kita mengira pendidikan hanya menjadi transfer pengetahuan yang sudah baku, dan bukannyasarana membentuk kebiasaan dan sikap ilmiah.
Ciri utama orang kurang terdidik adalah sikap tergesa-gesa dalam membentuk pendapatnya, yang kemudian dipertahankan secara mutlak. Sebaliknya, seorang terpelajar akan sangat berhati-hati dalam berpendapat dan selalu berbicara dengan modifikasi. Latihan-latihan dalam pendidikan melalui pengajaran lambat laun akan membentuk intellectual conscience atau nurani intelektual yang ditandai oleh dua hal utama, yaitu sikap untuk percaya hanya kalau ada bukti-bukti yang bisa dipegang, dan kesediaan mengakui bahwa bukti-bukti itu pun masih bisa salah.
Pembentukan nalar yang berhasil dalam pendidikan dapat mengubah pandangan seseorang secara radikal, seperti sikap lebih menghargai seni dan keindahan daripada kekayaan dan kemewahan, atau lebih mengutamakan kecerdasan dan rasa percaya diri daripada kebanggaan terhadap status dan jabatan. Perubahan sikap inilah yang menandai munculnya masa Renaisans di Eropa yang bermula di Italia pada abad XIII-XIV dan diteruskan beberapa abad kemudian. Untuk kita, pendidikan dapat membuat orang sanggup mengontrol insting posesif berlebihan. Materialisme praktis yangdibawa masuk ke Tanah Air oleh kapitalisme, sudah membuat orang menganggap sama dua hal yang berbeda sekali, yaitu menikmati dan memiliki.
Sulit sekali menemukan orang bermodal yang membiarkan bukit anggrek indah di hutan dinikmati banyak orang tanpa harus membeli dan memilikinya untuk diri sendiri. Orang bisa menikmati tanpa harus memiliki, dan lebih sering orang memiliki tanpa sanggup menikmati. Dalam bidang sosial gejala ini terlihat dalam bertambah kayanya sekelompok kecil elite, tanpa ada perhatian dan keterbukaan hati untuk menikmati kemajuan orang lain berkat bantuan yang diberikan. Filantropi rupanya asing pada awal kapitalisme. Keserakahan merupakan Kinderkrankheit des Kapitalismus atau penyakit kanak-kanak dalam kapitalisme.
Mentalitas dan sikap ilmiah
Studi tentang sejarah ilmu pengetahuan pernah dilakukan filsuf Alfred North Whitehead dan dikemukakan dalam serangkaian kuliah di Universitas Harvard pada paruh pertama 1920-an dan kemudian diterbitkan sebagai buku Science and The Modern World. Sebuah tesis yang dipertahankannya dengan berbagai bukti historis ialah bahwa pembentukan mentalitas dan sikap ilmiah sering kali lebih penting dan lebih mendorong kemajuan dibandingkan kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Hadirnya teknologi di suatu negara tak dengan sendirinya menunjukkan kemajuan negara itu dalam ilmu dan teknologi, karena produk teknologi selalu bisa dibeli. Suatu negara dapat dikatakan maju kalau dapat memproduksi teknologi itu, bahkan menemukan jalan memproduksi teknologi baru.
Lukisan perkembangan ilmu dan teknologi di Eropa oleh AN Whitehead dapat mengilustrasikan hal ini. Entakan besar dalam ilmu pengetahuan alam dan humaniora terjadi di berbagai negara Eropa pada abad XVII yang disebutnya abad para genius. Dalam kesusastraan ada Miguel de Cervantes di Spanyol yang menulisDon Quixote; di Inggris berkibar Shakespeare yang memberi watak kepada sastra dan bahasa Inggris. Keduanya wafat pada 27 April 1616. Dalam filsafat muncul Descartes di Perancis, Francis Bacon dan John Locke di Inggris, Baruch Spinoza di Belanda, dan Leibniz di Jerman. Dalam fisika berderet nama, seperti Newton di Inggris, Robert Boyle di Irlandia, dan Huygens di Belanda. Dalam astronomi kita kenal Galileo Galilei di Italia dan Johannes Kepler di Jerman. Dalam matematika ada Blaise Pascal di Perancis dan dalam biologi ada William Harvey di Inggris yang menemukan sistem peredaran darah kita.
Nama-nama ini hanya sebagian kecil dari daftar panjang para genius yang berkarya abad XVII. Para ahli sejarah ilmu pengetahuan masih meneliti mengapa lahir demikian banyak genius pada masa ini. Menurut Bertrand Russel yang menulis buku sejarah filsafat Barat yang banyak dipuji, abad XVI adalah abad yang mengalami kegersangan filsafat karena peperangan antaragama. Perang Tiga Puluh Tahun antara pihak Katolik dan Protestan, akhirnya menimbulkan anggapan bahwa kesatuan dalam dogma agama yang diidamkan dalam Abad Pertengahan sudah tak mungkin tercapai lagi. Setiap orang sebaiknya berpikir sendiri untuk dirinya, juga mengenai soal-soal fundamental. Hasrat untuk kebebasan berpikir dan keengganan kepada soal-soal teologis lambat laun melahirkan kegairahan baru untuk hal-hal sekuler, yang bermuara kepada ilmu pengetahuan. Mentalitas baru inilah yang melahirkan para genius.
Di Indonesia, almarhum Prof Sartono Kartodirdjo dari Universitas Gadjah Mada pernah menceritakan anekdot perilaku mahasiswanya, termasuk mahasiswa asing. Mahasiswa Jepang yang membeli sepeda motor baru memanfaatkan hari liburnya pada akhir pekan untuk membongkar seluruh sepeda motor dan memereteli berbagai bagiannya, kemudian disusun kembali untuk mengetahui struktur mesin dan sistem mekaniknya. Sebaliknya, mahasiswa Indonesia yang membeli sepeda motor baru akan segera mengunjungi pacarnya, mengajaknya keliling kota, dan melewatkan acara malam minggu bersama.
Dari segi mentalitas, mahasiswa Jepang itu punya mentalitas teknologis, sementara mahasiswa kita masih hidup dalam mentalitas konsumeristis. Diterapkan di sekolah, pengajaran dan pendidikan bukan saja menyajikan science products (produk ilmu pengetahuan), tetapi mendorong science production (bagaimana ilmu diproduksikan). Berbagai bentuk pengajaran dan pendidikan tujuan utamanya bukanlah melakukan transfer pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan menciptakan suasana dan motivasi agar peserta didik didorong mencari dan menghasilkan pengetahuan baru dalam suatu bidang penelitian, entah dengan mengidentifikasi bidang-bidang penelitian yang belum banyak dikaji dan dapat dijadikan obyek penelitian agar melengkapi penelitian-penelitian yang sudah ada, atau dengan mencoba metode dan teknik penelitian baru yang menyorot aspek tertentu dari suatu obyek penelitian yang sudah diteliti sebelumnya, tetapi yang kemudian dijelaskan dengan cara lebih komprehensif.
Pada titik ini dua kepentingan patut diperhatikan. Pertama, kepentingan validasi, yaitu pengujian pengetahuan agar pengetahuan itu terjamin kesahihannya, sebelum digunakan lebih banyak orang. Pengetahuan yang akan digunakan berbagai pihak, haruslah terhindar sejauh mungkin dari kekeliruan dan kesalahan entah mengenai data yang dikumpulkan, atau penjelasan tentang data itu. Pengetahuan fisika, biologi, kimia atau pengetahuan ilmu-ilmu sosial yang menjadi konsumsi publik, harus terjamin kesahihannya oleh validasi yang memenuhi syarat pengujian, agar pemakaian atau penerapan pengetahuan itu oleh pihak lain tak merugikan atau membahayakan mereka.
Kedua, pendidikan dan pengajaran harus dapat menunjukkan pentingnya aspek penemuan dalam ilmu pengetahuan. Prinsipnya, pengetahuan bukan saja harus dijaga dan dirawat dari masa ke masa, tetapi perlu diperbarui dengan temuan baru. Inilah dimensi heuristik dalam ilmu pengetahuan. Temuan baru itu dapat berupa obyek baru dalam sebuah bidang studi dan penelitian. Temuan juga dapat berupa penjelasan baru tentang data lama yang sudah dikumpulkan dan obyek penelitian yang sudah diketahui sebelumnya.
Diterjemahkan ke istilah yang lebih sederhana validasi ilmu pengetahuan butuh sikap kritis di antara para peserta didik, dan kemampuan heuristis dalam ilmu pengetahuan tak berarti lain dari sikap kreatifanak didik dalam menghadapi tugas belajar mereka. Sikap kritis hanya dimungkinkan oleh pandangan yang menghadapi ilmu pengetahuan sebagai suatu disiplin, sedangkan sikap kreatif akan muncul dari penghayatan ilmu pengetahuan sebagai suatu art atau seni, yang butuh kebebasan dan keleluasaan dalam menanggapinya. Apakah kritik dan kreativitas, disiplin dan kebebasan, metodologi dan imajinasi, menjadi perhatian di sekolah-sekolah kita sekarang, dan dikembangkan dalam perimbangan yang optimal, itulah pertanyaan dasar tentang pendidikan kita di Indonesia sekarang.
* Artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Juni 2015 dengan judul "Tanggung Jawab atas Pendidikan". http://edukasi.kompas.com/read/2015/06/25/16124171/Tanggung.Jawab.atas.Pendidikan?page=all
- CONTOH PENGABDIAN
Pengabdian Mahasiswa Terhadap Pelaksanaan
Pembangunan Desa 31 Mei 2012 02:15:20 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:34:53 Dibaca
: 2,021 Komentar : 1 Nilai : 5 Mahasiswa KKN membawa bungkusan KKN Peduli
menuju rumah masyarakat miskin Mahasiswa sebagai kaum akademisi memiliki peran
penting dalam masyarakat, utamanya dalam melahirkan strategi, ide dan pemikiran
yang inovatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat kompleks.
Strategi, ide dan pemikiran yang inovatif itu saya temukan pada mahasiswa STKIP
PGRI Sumenep saat saya silaturrahmi ke Rumah teman di Desa Batuputih Kecamatan
Batuputih Kabupaten Sumenep. Strategi, ide dan pemikiran yang inovatif itu saya
lihat saat Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa
Batuputih kecamatan Batuputih Kabupaten Sumenep Jawa Timur. Banyak strategi,
ide dan pemikiran inovatif yang dimiliki Mahasiswa KKN STKIP tersebut yang
diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang sangat menyentuh terhadap
masyarakat, diantaranya adalah membersihkan Masjid, persahabat Bola Voly, KKN
Peduli, Reboisasi atau penghijauan, Penyuluhan Pendidikan dan Nonton
Bareng, Jalan-Jalan Sehat (JJS), Malam Perpisahan. Mahasiswa KKN STKIP PGRI
Sumenep melakukan kegiatannya pertamanya membersihkan lantai dan dinding sebuah
masjid. Kegiatan membersihkan masjid tersebut melibatkan pengurus Masjid.
Menurut saya, kegiatan tersebut merupakan hasil ide yang cerdas karena dengan
kegiatan membersihkan masjid bisa membuat masyarakat enak dan senang dalam
melakukan sembahyang sebagai bentuk pendekatan dri pada Tuhan. Tembat yang
nyaman dalam melakukan ritual keagamaan bisa meningkatkan kekhusuan. Kegiatan
tersebut mendapat respon baik dari pengurus masjid. “Saya senang dengan
Mahasiswa KKN, mereka memperhatikan Masjid ini.” Kata salah satu Pengurus, saat
saya bertanya. Hari barikutnya, Mahasiswa KKN tersebut mengadakan persahabat
Bola Voly. Saya rasa persahabat tersebut dapat bermanfaat untuk mempererat
hubungan antara Mahasiswa KKN dengan Pemuda desa yang punya kesenangan bermain
volly. Merangkul pemuda di tempat KKN sangat penting karena bisa diajak kerja
sama apabila merealisasikan agenda kegiatan. Selain itu dapat memberi contoh
yang baik kepada pemuda desa dalam bergaul dengan sesama. Kegiatan selanjutnya
adalah KKN Peduli. Kegiatan itu saya lihat, Mahasiswa KKN memberi bungkusan
Plastik bertuliskan KKN PEDULI kepada masyarakat setempat yang dipandang
miskin. Didalam plastik tersebut berisi beras 1 kg dan sebungkus Mie. Hebatnya
cara memberi bungkusan itu, Mahasiswa KKN tidak mendatangkan masyarakt miskin
ke Poskonya, melainkan Mahasiswa KKN berpencar berjalan kaki mengantarkan
secara langsung ke rumah-rumah masyarakat yang dipandang miskin itu. Saya lihat
dari kejauhan, ada senyum di bibir Saudara kita yang miskin itu, ada wajah
keceriaan dan kebahagiaan saat menerima bungkusan itu. Mahasiswi KKN memberikan
Bungkusan KKN Peduli kepada masyarakat miskin Mahasiswa KKN memberikan
bungkusan KKN Peduli kepada Masyarakat Miskin Kegiatan selanjutnya adalah
Reboisasi atau penghijauan. Dalam kegiatan ini Mahasiswa KKN menyediakan 1.500
bibit, 500 bibit pohon Jati, 500 bibit pohon Sengon, dan 500 bibit pohon
Mahoni. Penanaman 1.500 pohon di Desa Larangan Kerta Kecamatan Baputu Putih
Kabupaten Sumenep Jatim tersebut, Mahasiswa KKN melibatkan PNS, Kelompok Pemuda
dan Masyarakat Desa setempat sebanyak 300 orang. Penanaman pohon itu bagi saya
merupakan Ide cerdas Mahasiswa KKN dalam berfikir melihata jangka panjang
keselamatan lingkungan dari bahaya banjir dan kegersangan lahan. Dipilihnya
lahan di Desa tersebut karena sebelumnya banyak pohon yang ditebang secara liar
oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Mahasiswa KKN sedang menanam 1000
pohon bersama PNS, Pemuda, dan masyarakat Batuputih Hebatnya kegiatan
penghijauan adalah, Camat Batuputih, R. Moh. Baihaqi, A.Mp menanggapi
serius sehingga mengajak seluruh masyarakat Batuputih untuk tetap memelihara
melestarikan lingkungan sehingga linggungan bersahabat dengan penghuninya.
Kegiatan berikutnya adalah Penyuluhan Pendidikan dan Nonton Bareng. Peserta
Penyuluhan pendidikan adalah semua siswa yang ada id Desa setempat. Mahasiswa
KKN mendatangi Sekolah- Sekolah yang ada di tempat KKN itu yang sebelum sudah
memberi surat pemberi tahuan ke pihak sekolah yang tembusannya ke Kepala Desa dan
UPTD Pendidikan Kecamatan Batuputih. Pelaksanaanya di siang hari saat-saat jam
belajar. Sedangkan Nonton Bareng, Mahasiswa KKN memberi pengumuman melalui
pengeras suara yang ada di Musllah terlebih dahulu. Pada acara Nonton Bareng
yang dilaksnakan pada malam hari tersebut banyak masyarakat yang hadir.
Masyarakat yang nonton terlihat senang dan kadang ada yang tawa karena
yang diputar adalah Lawak Ketporak Rukun Karya yang merupakan salah satu seni
budaya di Kabupaten Sumenep yang di senangi masyarakat pedesaan. Seorang
Mahasiswi KKN sedang melakukan Penyuluhan Pendidikan pada siswa Masyarakat
nonton bareng tayangan Ketroprak Rukun Karya di Balai Desa Berikutnya adalah
kegiatan yang paling seru menurut saya yaitu Jalan-Jalan Sehat (JJS). Kagiatan
itu melibatkan semau siswa, para guru dan para pemuda yang ada di Desa tempat
Mahasiswa KKN. Selain itu juga melibat pihak kepolisian sebagai keamanan dan
pihak puskesmas di bagian kesehatan. Seperti biasanya JJS ada undiannya.
Setelah semua peserta sampai di finis, panitia mengundi undian dan memberikan
hadiah kepada peserta yang mendapat undian. Pemotongan pita sebagai simbol
pelepasan peserta JJs oleh Dosen STKIP GRI Sumenep, Drs. Faqiudin, M.Si
Penyerahan hadiah undian dari panitia kepada peserta pemenang JJS Mobil
Ambulance yang ikut serta menyukseskan kegiatan JJS Kegiatan yang terakhir
yaitu Malam Perpisahan. Dalam malam perpisahan itu diisi dengan penyampaian
terima kasih dan permintaan maaf dari Mahasiswa KKN yang diwakili ketua
Kelompok kepada Kepala Desa, Camat dan ke semua pihak yang turut menyukseskan
kegiatan KKN di Desa Batuputih. Dan juga sebaliknya yang diwakilkan oleh Kepala
Desa Batuputih. Selesai saling meminta maaf dan mengucapkan terima kasih, acara
dilanjutkan pada hiburan musik yang mendatangkan penyanyi lokal Sumenep. Saat
dintanya kepada ketua Kelompok Mahasiswa KKN mengania sumber dana, Ia menjawab
patungan dari kelompoknya, sumbangan masyarakat yang tanpa dipinta, dan
sumbangan dari Kepala Desa. “Bagaimanapun semua kegiatan harus sukses walau
dana dapat dari patungan teman-teman kelompok, masyarakat yang ikhlas dan
sumbangan dari Kepala Desa karena KKN ini adalah amanah Tridharma Perguruan
tinggi, terutama di pengabdian masyarakat.” Kata Stevan, Ketua Kelompok KKN.
“Kami senang dengan KKN ini. Kami bisa berlatih merealisasikan
kegiatan-kegiatan yang sudah terprogram, kami bisa belajar menyesuaikan diri
dengan masyarakat luas, dan kami belajar bisa mneyelesaikan peroalan-persoalan
karena adanya perbedaan pendapat, baik yang terjadi dalam kelompok kami maupun
yang terjadi di Masyarakat. Hal semacam ini tidak dididapat di dalam Kampus.”
Tambah Stevan. Selain tanya ke Mahasiswa KKN, saya juga bertanya kepada Dosen
Pembimbing Lapan KKN, Drs, Fakiudin, M.Si mengenai tujuan STKIP PGRI Sumenep
melaksanakan KKN Ia menjawab untuk ,mewujudkan pengabdia Mahasiswa
terhadap pelaksanaan pembangunan di Desa. “Selain menggali karya ilmiyah
terhadap kehidupan, kami ingin mewujudkan mewujudkan pengabdia Mahasiswa
terhadap pelaksanaan pembangunan di Desa. Jawab Dosen itu.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adijaya/pengabdian-mahasiswa-terhadap-pelaksanaan-pembangunan-desa_5510b451a33311303cba884d
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/adijaya/pengabdian-mahasiswa-terhadap-pelaksanaan-pembangunan-desa_5510b451a33311303cba884d