“Tuhan tidak terlalu tertarik untuk mengubah
keadaanmu saat ini, Tuhan jauh lebih tertarik untuk mengubah kamu lewat keadaan
yang kamu hadapi.”
Ada
suatu film tahun 80-an yang cukup terkenal, berjudul “The Gods Must Be Crazy”
sebagai film humor yang menceritakan mengenai petualangan seorang bushmen yang
belum tersentuh “peradaban” modern di gurun Kalahari di Afrika, yang bertemu
dengan berbagai manusia “beradab” yang karena satu dan lain hal berada dalam
gurun tersebut, sehingga berbagai peristiwa yang menggelikan terjadi. Namun
mungkin tidak banyak yang mengingat inti film tersebut, yaitu penyuguhan suatu
kontras antara dua cara hidup manusia: di satu sisi film ini menceritakan
bagaimana para bushmen hidup di gurun Kalahari, yang praktis tidak
mempunyai air. Bagaimana mungkin bisa hidup di tengah gurun seperti itu? Inilah
gaya hidup yang pertama: manusia yang beradaptasi terhadap lingkungannya.
Mereka mengetahui ada beberapa akar tanaman yang terkubur di tanah bisa digali
dan ketika dipatahkan lalu diperas dapat menghasilkan seteguk air. Kelihatannya
tidak banyak, namun toh cukup untuk menghidupi puluhan keluarga yang
hidup di gurun tersebut.
Lalu
film tersebut menghadirkan gaya hidup manusia yang kedua yang sama sekali
berbeda, kendati hanya berbeda jarak beberapa ratus kilometer saja. Inilah gaya
hidup di kota metropolitan, di mana manusia mengadaptasikan lingkungannya
terhadap diri. Mereka sudah biasa minum air secara limpah, ketika mereka pergi
ke gurun untuk segala macam tujuan mereka akan membawa tangki persediaan air
yang sangat besar, sehingga keluar-masuknya mereka dari gurun tergantung dari
dan dibatasi oleh sisa persediaan air tersebut. Dalam contoh film di atas,
menurut anda siapakah yang berhasil menaklukkan alam? Orangbushmen yang
kegiatannya tidak terhalang dengan keadaan, atau orang kota yang kegiatannya
hanya terbatas sumber air yang ia bawa?
Dalam
kehidupan mereka terlihat bahwa idealisme mereka murni hanya bertahan hidup,
karena tidak ada lagi yang mereka kerjakan selain food gathering dan
usaha-usaha melengkapi kebutuhan sandang,pangan dan papan. Membuat mereka tidak
menandai hari dengan penanggalan.
Mereka
hidup berkelompok dalam skala kecil. Karena hidup bersama-sama dalam skala
kecil, kehidupan sosial mereka tidak menghasilkan strata dan norma-norma hukum
yang pasti, bahkan mereka tidak mengenal system kepunyaan. Satu prinsip yang
mereka anut adalah Tuhan menciptakan semuanya untuk kebaikan, sehingga mereka
sama sekali tidak memiliki rasa benci terhadap apapun ciptaan lain di sekitar mereka.
Suatu
hari Xi menemukan botol kaca. Dalam peradaban mereka kaca adalah sesuatu yang
aneh dan baru. Botol kaca itu dibuang oleh pilot pesawat yang melintas di
daratan Kalahari. Sedangkan suku di Kalahari menyebut itu sebagai pemberian
Tuhan. Botol Kaca ini menjadi pusat perhatian dan semua orang merasa butuh
untuk menggunakannya. Mulai muncul ownership dan kecemburuan. Xi berniat
mengembalikan benda itu kepada Tuhan, benda itu membawa keburukan bagi mereka,
dan mereka menyangka Tuhan pasti telah salah mengirimkan itu kepadanya.
Dari
sinilah ia bertekad melemparkan kaca itu ke ujung dunia, perjalanan ke ujung
dunia membuat ia menemukan peradaban lain di luar Kalahari yang sudah lebih
kompleks dalam interaksi sosialnya. Ada semacam culture Shock yang ia dapatkan,
mulai dari menemukan hewan yang berlari sangat cepat (mobil), Tuhan (manusia
dengan rambut bewarna dan memiliki pakaian), persamaan hak atas apa yang ada di
bumi (pidana membunuh hewan ternak yang bukan kepunyaan).
Sedangkan
di sisi budaya, di film ini juga diperlihatkan kehidupan perkotaan yang sudah
jauh lebih kompleks dan heteorogen. Seolah-olah mereka tidak ingin beradaptasi
dengan lingkungan, mereka berusaha mengadaptasikan lingkungan pada kebutuhan
mereka, seperti pada pembuatan jalan raya, gedung, dan lain-lain. Ada sistem
strata dan sistem kehidupan yang berjalan secara teratur dan di desain
sedemikian rupa. Penduduk perkotaan berkomunikasi dengan bahasa universal yang
bisa dimengerti semua orang. Mereka mengembangkan teknologi agar mempermudah
kehidupan dan upaya memenuhi kebutuhan.
Ada
banyak nilai positif dari film ini, selain menghibur lewat aksi konyol Xi
selama perjalanannya kita juga dapat memetik nilai moral yang tersirat dalam
film ini. Betapa gigih aksi Xi berkelana mencari ujung dunia hanya untuk
membuang sebuah botol yang telah merusak keharmonisan keluarga dan kaumnya. Kita
juga dapat belajar bahwa tidak selamanya teknologi memberikan kemudahan dan
kebaikan bagi kita, tapi teknologi juga dapat menghadirkan masalah besar
seperti masalah yang dihadapi Suku Bushman di Kalahari, teknologi kecil yang
hadir pada pemukimannya selain membawa keuntungan juga menimbulkan perpecahan
pada anggota sukunya, dimana masalah tersebut belum pernah meraka rasakan
sebelumnya. Kita juga perlu mengapresiasi karena mereka lebeh memilih menjalani
hari seperti biasa tanpa teknologi asal mereka bisa hidup sejahtera seperti
sebelumnya. Satu kesimpulan kecil yang dapat diambil adalah tidak selamanya
kebahagiaan datang dari materi ataupun teknologi yang membuat hidup kita serba
enak, tapi seringnya kebahagiaan justru datang dari sebuah kesederhanaan yang
membuat hidup terasa lebih berharga.
0 comments:
Posting Komentar