Selasa, 10 November 2015

RESENSI FILM “THE GOD MUST BE CRAZY”

Edit Posted by with No comments
 “Tuhan tidak terlalu tertarik untuk mengubah keadaanmu saat ini, Tuhan jauh lebih tertarik untuk mengubah kamu lewat keadaan yang kamu hadapi.”

Ada suatu film tahun 80-an yang cukup terkenal, berjudul “The Gods Must Be Crazy” sebagai film humor yang menceritakan mengenai petualangan seorang bushmen yang belum tersentuh “peradaban” modern di gurun Kalahari di Afrika, yang bertemu dengan berbagai manusia “beradab” yang karena satu dan lain hal berada dalam gurun tersebut, sehingga berbagai peristiwa yang menggelikan terjadi. Namun mungkin tidak banyak yang mengingat inti film tersebut, yaitu penyuguhan suatu kontras antara dua cara hidup manusia: di satu sisi film ini menceritakan bagaimana para bushmen hidup di gurun Kalahari, yang praktis tidak mempunyai air. Bagaimana mungkin bisa hidup di tengah gurun seperti itu? Inilah gaya hidup yang pertama: manusia yang beradaptasi terhadap lingkungannya. Mereka mengetahui ada beberapa akar tanaman yang terkubur di tanah bisa digali dan ketika dipatahkan lalu diperas dapat menghasilkan seteguk air. Kelihatannya tidak banyak, namun toh cukup untuk menghidupi puluhan keluarga yang hidup di gurun tersebut.
Lalu film tersebut menghadirkan gaya hidup manusia yang kedua yang sama sekali berbeda, kendati hanya berbeda jarak beberapa ratus kilometer saja. Inilah gaya hidup di kota metropolitan, di mana manusia mengadaptasikan lingkungannya terhadap diri. Mereka sudah biasa minum air secara limpah, ketika mereka pergi ke gurun untuk segala macam tujuan mereka akan membawa tangki persediaan air yang sangat besar, sehingga keluar-masuknya mereka dari gurun tergantung dari dan dibatasi oleh sisa persediaan air tersebut. Dalam contoh film di atas, menurut anda siapakah yang berhasil menaklukkan alam? Orangbushmen yang kegiatannya tidak terhalang dengan keadaan, atau orang kota yang kegiatannya hanya terbatas sumber air yang ia bawa?

Dalam kehidupan mereka terlihat bahwa idealisme mereka murni hanya bertahan hidup, karena tidak ada lagi yang mereka kerjakan selain food gathering dan usaha-usaha melengkapi kebutuhan sandang,pangan dan papan. Membuat mereka tidak menandai hari dengan penanggalan.
Mereka hidup berkelompok dalam skala kecil. Karena hidup bersama-sama dalam skala kecil, kehidupan sosial mereka tidak menghasilkan strata dan norma-norma hukum yang pasti, bahkan mereka tidak mengenal system kepunyaan. Satu prinsip yang mereka anut adalah Tuhan menciptakan semuanya untuk kebaikan, sehingga mereka sama sekali tidak memiliki rasa benci terhadap apapun ciptaan lain di sekitar mereka.

Suatu hari Xi menemukan botol kaca. Dalam peradaban mereka kaca adalah sesuatu yang aneh dan baru. Botol kaca itu dibuang oleh pilot pesawat yang melintas di daratan Kalahari. Sedangkan suku di Kalahari menyebut itu sebagai pemberian Tuhan. Botol Kaca ini menjadi pusat perhatian dan semua orang merasa butuh untuk menggunakannya. Mulai muncul ownership dan kecemburuan. Xi berniat mengembalikan benda itu kepada Tuhan, benda itu membawa keburukan bagi mereka, dan mereka menyangka Tuhan pasti telah salah mengirimkan itu kepadanya.

Dari sinilah ia bertekad melemparkan kaca itu ke ujung dunia, perjalanan ke ujung dunia membuat ia menemukan peradaban lain di luar Kalahari yang sudah lebih kompleks dalam interaksi sosialnya. Ada semacam culture Shock yang ia dapatkan, mulai dari menemukan hewan yang berlari sangat cepat (mobil), Tuhan (manusia dengan rambut bewarna dan memiliki pakaian), persamaan hak atas apa yang ada di bumi (pidana membunuh hewan ternak yang bukan kepunyaan).

Sedangkan di sisi budaya, di film ini juga diperlihatkan kehidupan perkotaan yang sudah jauh lebih kompleks dan heteorogen. Seolah-olah mereka tidak ingin beradaptasi dengan lingkungan, mereka berusaha mengadaptasikan lingkungan pada kebutuhan mereka, seperti pada pembuatan jalan raya, gedung, dan lain-lain. Ada sistem strata dan sistem kehidupan yang berjalan secara teratur dan di desain sedemikian rupa. Penduduk perkotaan berkomunikasi dengan bahasa universal yang bisa dimengerti semua orang. Mereka mengembangkan teknologi agar mempermudah kehidupan dan upaya memenuhi kebutuhan.


Ada banyak nilai positif dari film ini, selain menghibur lewat aksi konyol Xi selama perjalanannya kita juga dapat memetik nilai moral yang tersirat dalam film ini. Betapa gigih aksi Xi berkelana mencari ujung dunia hanya untuk membuang sebuah botol yang telah merusak keharmonisan keluarga dan kaumnya. Kita juga dapat belajar bahwa tidak selamanya teknologi memberikan kemudahan dan kebaikan bagi kita, tapi teknologi juga dapat menghadirkan masalah besar seperti masalah yang dihadapi Suku Bushman di Kalahari, teknologi kecil yang hadir pada pemukimannya selain membawa keuntungan juga menimbulkan perpecahan pada anggota sukunya, dimana masalah tersebut belum pernah meraka rasakan sebelumnya. Kita juga perlu mengapresiasi karena mereka lebeh memilih menjalani hari seperti biasa tanpa teknologi asal mereka bisa hidup sejahtera seperti sebelumnya. Satu kesimpulan kecil yang dapat diambil adalah tidak selamanya kebahagiaan datang dari materi ataupun teknologi yang membuat hidup kita serba enak, tapi seringnya kebahagiaan justru datang dari sebuah kesederhanaan yang membuat hidup terasa lebih berharga.

0 comments:

Posting Komentar